Minggu, 25 Juni 2017

Sepi Dihari Tua

Kisah Nyata  
Almarhum
 
                                    
               
Sepi Dihari Tua
                                   
     Aaah cuaca yang menyengat di siang hari ini membuat Rahman suamiku malas untuk keluar rumah. Padahal hari ini dia harus mencari kos baru karena dikos yang kami tempati ini tidak cocok dengan ku. Kamarnya pengap tidak ada jendela, lingkungannya juga sumpek karena terlalu berdempetan dengan rumah-rumah yang lain. Ditambah lagi kamar mandi yang hanya satu tetapi harus berbagi dengan penghuni kos lainnya yang berjenis kelamin laki-laki. Maklum ini adalah Jakarta kebebasan dan kurangnya keperdulian para pemilik kos untuk menegaskan tentang siapa yang pantas tinggal dikos tersebut. Bang Rahman pun bersiap-siap untuk berkeliling mencari kos sementara aku sejak pagi hari sudah beranjak kesekolah untuk mengajar disalah satu sekolah swasta yang terletak di Kemandoran II. Sudah beberapa hari Bang Rahman mencari kos tetapi belum mendapatkan yang pas. Kos bagus harganya mahal, kos murah seperti kandang ayam sehingga hari ini Bang Rahman berusaha kembali untuk mencari kos. Perlahan-lahan Bang Rahman mendayungkan sepeda, Bang Rahman mulai singgah di seperempat jalan, dia bertanya dengan seorang Bapak yang sedang berjalan kaki tak tahu hendak kemana. “Pak maaf permisi, saya mau bertanya, “apa ada disekitaran ini  kos? "Bapak itu menjawab;" “Bapak, Kalau dulu ada yang ngontrak dirumah Pak Tisno Sugiarto, coba kesana tanya  Bapak Tisno masih mengontrakan kamar atau tidak. Bang Rahman” Rumahnya disebelah mana Pak? “Bapak:" jalan kenanga IV No 7 ya Pak. “Bang Rahman, Terima kasih ya Pak . “Bapak, Sama-sama Pak”. Bang Rahman pun langsung kembali mendayung sepeda untuk menuju alamat yang diberitahukan oleh Bapak tadi. Rupanya alamat  yang dituju itu tidak terlalu jauh dari perempatan jalan. Terlihat gerbang yang dikunci, keadaan rumah yang sepi seperti tidak berpenghuni. “Bang Rahman, Assalamu’alaikum, Pak ....!!! Assalamualaikum !!! Assalamu’alikum. Tak terdengar satu orang pun yang membukakan pintu. Bang Rahman pun memanggil kembali hingga berulang-ulang. Sampai beberapa menit barulah terlihat seorang Bapak yang sudah rentan membukakan pintu. “Wa’alaikumusalam ya Pak ada apa? Terjadilah percakapan antara Bang Rahman dan Pak Tisno. “Bang Rahman, Assalamu’alikum Pak, saya Rahman “Apa benar ini Bapak Tisno ? “Pak Tisno, Iya benar, Ada apa Pak Rahman? “Bang Rahman, Saya mau bertanya, Apa benar dirumah Bapak ada yang dikos? Soalnya saya sedang mencari kos Pak ! “Pak Tisno, oooh mari masuk dulu kita mengobrol didalam saja. Bang Rahman dan Pak Tisno mengobrol didalam, Ada dua kamar kosong dilantai dua tetapi awalnya Pak Tisno tidak ingin dikos. Bang Rahman pun tak menyerah begitu saja, Dia membujuk Pak Tisno hingga Pak Tisno menjadi luluh dan mengkos kamar kosongnya. Pak Tisno mengajak Bang Rahman untuk masuk melihat kamar yang akan dikos itu. Saat melihat Bang Rahman tertarik karena kamarnya yang luas  dan kondisinya tidak pengap ditambah lagi sudah ada fasilitas lemari, tempat tidur, tempat dispenser, cermin pengantin, serta meja makan. Fasilitas itu semua boleh digunakan dan kalau kurangpun Pak Tisno ingin Bang Rahman langsung melapor. Siapa yang tidak senang kamar yang luas ditambah fasilitas. Mereka pun melanjutkan pembicaraan tentang harga kos yang disewakan perbulan. Awalnya harga kos itu perbulan 2 juta tetapi kembali lagi Bang Rahman membujuk Bapak untuk menurunkan harga hingga menjadi 1 juta 2 ratus 5 puluh ribu rupiah perbulan itu sudah dengan air dan listrik. Bang Rahman kegirangan mencium tangan Bapak sambil mengucapkan terimaksih. Bapak bertanya “ Kapan rencananya ingin pindah? “ Insha Allah besok Pak jawab Bang Rahman. Pak Tisno pun mengangguk dan tersenyum. Bang Rahman permisi kepada Bapak Tisno dan  beranjak pulang.
                Sesampainya dirumah Bang Rahman menunggu kepulangan aku dari mengajar, tak selang berapa lama akupun tiba dirumah. Bang Rahman menceritakan bahwa dia telah berhasil mendapatkan kos yang sesuai keinginannya. Bang Rahman menjelaskan harga kos perbulan serta fasilitas yang didapatkan. Lah kalu aku sih ikut saja asalkan itu baik mnurut Bang Rahman. Kami mulai berberes untuk kepindahan esok hari. Mulai memasukkan baju, buku, serta barang-barang yang lain satu persatu kedalam koper dan kotak.
                Keesokan harinya tepat dibulan 3 tahun 2016  saya dan Bang Rahman mulai mengangkat barang dengan menggunakan motor. Kami menggunakan motor karena barangnya ringan. Tidak ada peralatan kamar, peralatan dapur hanya buku dan pakaian yang ada sehingga kami tidak perlu menyewa mobil atau becak. Bapak Kos telah memberikan kunci pagar dan kunci kamar. Perlahan-lahan kami mengangkat barang. Saat barang pertama yang kami angkut ada sedikit kebingungan di hatiku, “Kenapa rumah ini yang sangat besar sepi? Kenapa tidak ada suara perempuan?Ah sudahlah aku harus membereskan segera barangku. Kamipun mengangkat barang hingga harus bolak-balik beberapa kali. Setelah selesai kami mengangkat barang permulaan peristiwa yang akan kami alami dikos baru. Aku bertanya kepada Bang Rahman “ Kenapa rumah ini besar tetapi sepi? Kenapa tidak ada suara perempuan? Bang Rahman menjelaskan karena kmren dia duluan yang dijelaskan oleh Bapak Kos. Bapak Kos mempunyai 4 orang anak diantaranya 3 perempuan 1 laki-laki, namu rumah ini hanya tinggal Bapak Kos dan anaknya laki-laki namanya Andre. Istri Bapak Kos telah meninggal sebulan yang lalu, sedangkan anaknya yang lain dua ikut suami yang satu ikut yang sudah berkeluarga, sehingga terlihat sepi rumah yang mewah itu. Aku mulai paham penjelasan Bang Rahman sampai tak terasa berberes rumahpun selesai.

                Sebulan aku tinggal disini entah kenapa aku sering memperhatikan Bapak Kos. Sepertinya Bapak Kos mengingatkan aku kepada Abo ku (sebutan Ayah). Tubuhnya yang kecil, cara berbicaranya, sikapnya hampir sangat mirip dengan Aboku. Bapak kos tidak lagi bekerja, sudah beberapa tahun lalu dia pensiun. Setiap pagi saat berangkat mengajar, Bapak Kos selalu duduk didepan rumah sambil membaca koran dan memberi makan burung karena memelihara hewan burung merupakan hobinya. Pada sore hari Bapak Kos menyirami bunga. Hanya itu pekerjaan yang sering dilakukan Bapak Kos selebih waktunya dia habiskan untuk beribadah dan menonton televisi. Memasak dan membersihkan rumah biasanya diikerjakan oleh seorang Bibi yang datang kerumah setiap 2 hari sekali dan tidak tinggal dirumah. Loh anak laki-lakinya kemana? setelah aku perhatikan anak laki-lakinya sering menghabiskan waktu dengan bermain musik piano tanpa memperdulikan lingkungan dirumah. Dalam sebulan ini juga, aku hanya melihat dua kali anaknya yang sudah berkeluarga menjenguk Bapak Kos. Setiap hari sabtu dan minggu anak Bapak yang nomor 2 bernama kak Dini selalu menginap dirumah bersama suami serta kedua anaknya. Minggu sorenya setelah Kak Dini pulang, datanglah anak Bapak Kos nomor 3 dengan membawa kedua anaknya. Kalau kakak ini tidak menginap hanya datang sore dan malam hari selesai magrib pulang. Pada saat anak Bapak Kos datang bersama cucunya rawut wajah  ceria, tersenyum, sesekali tertawa karena ada yang menghibur serta menemani Beliau. Namun setelah anaknya dan cucunya pulang, dia kembali seperti semula, melamun dan rawut wajahnya mengkerut. Wajar saja Bapak Kos sudah rentan, dia butuh anak dan cucunya yang bisa mengurus, menghibur dirinya diusia yang senja. Aku sering melihat diruang tamu dia melamun, ingin ku hibur tetapi aku merasa segan. Kadang kala aku sering menyuruh suamiku untuk mengobrol sama Bapak Kos agar dirinya tak melamun. Dia sering curhat dengan Bang Rahman kalau dia merasa kesepian di usia yang senja semenjak istrinya meninggal. Anak nya tidak mau tinggal dirumah karena cucunya bersekolah di tempat mereka tinggal. Bapak Kos juga curhat tentang anak laki-lakinya yang kurang mengurus dirinya. Bang Rahman tidak mengomentari, dia hanya menjadi pendengar karena Bang Rahman berpikir takut kalau ntar salah ngomong karena itu menyangkut keluarga Bapak Kos.
                Beberapa bulan telah kami lalui, tibalah saat memasuki bulan Ramadhan yang ditunggu semua umat muslim di Dunia. Sudah dua minggu lebih Ramadhan tiba tak seorangpun dari anak serta cucunya datang seperti biasa menjenguk. aku mulai melihat Bapak Kos semakin sering melamun. Tak sengaja saat malam selesai shalat tarawih aku mendengar suara tangisan itu. Ya tangisan itu berasal dari ruang tamu, Bapak Kos lah yang menghabiskan waktunya bahkan tidur diruang tamu. Aku pun meneteskan air mata membayangkan seandainya itu adalah Bapak ku. Tak ada yang mengurus diusia senjanya. Saat bibi datang alhamdulillah ada yang memasak sehingga Bapak Kos tidak perlu repot berjalan keluar untuk membeli makanan. Namun saat Bibi tidak datang Bapak Kos berjalan keluar untuk menbeli makan. Bahkan saat dia tak sanggup berjalan, dia memasak indomie sebagai pengganjal perutnya. Pernah aku memberikan masakan ku tetapi dia tidak mau mungkin karena dia tidak ingin merepotkan orang lain. Diminggu ketiga bulan Ramadhan barulah terlihat anak dan cucunya datang kerumah. Aaah senangnya ku melihat rawut wajahnya yang tersenyum ceria. Bapak Kos sangat pandai menutupi kesedihannya karena saat didepan aku dan suami dia tersenyum bahagia. Pada saat sendirian diruang tamu dia melamun sesekali aku mendengar suara tangisan itu. Aku sering berpikir apalah artinya rumah yang besar, uang yang banyak akan tetapi hati kita sering kosong, anak ada tetapi kurang mengurus karena sudah disibukkan dengan kesibukan masing-masing. Minggu keempat Ramadhan, Bibi meminja izin untuk mudik kekampung halamannya. Tidak ada Bibi, aku mulai prihatin karena tidak ada yang memasak untu Bapak Kos. Tetapi saat Bibi mudik, anak lakinya mulai memahami pekerjaan yang harus dia kerjakan. Bapak Kos menyuruhnya mencuci pakaian serta membersihkan rumah. Tak tanggung Bapak Kos juga menyuruhnya untuk memasak nasi. sesekali aku memberikan hasil masakanku ke Bapak Kos tetap saja Bapak Kos tidak mau menerima sambil tersenyum karena dia tidak mau merepotkan aku lagi, sampai akhirnya aku letakkan saja masakanku di meja makanan tanpa memberitahukan.
                Hari terakhir puasa telah tiba, semua umat muslim sudah menyiapkan untuk menyambut Idul Fitri. Aku membeli kue dan ketupat sedangkan sayur, daging serta makanan lainnya aku masak bersama suamiku. Kak Dini pun datang bersama keluarganya, dia menyiapkan semua yang biasa dilakukan orang saat menyambut lebaran. Kak Dini tidak masak, dia memesan semua makanan itu di chatering. Begitu juga dengan kue lebaran yang diisinya di toples Bapak Kos. Aku dan suami tidak mudik karena biaya sangat besar yang harus kami keluarkan saat mudik. Biarlah kami merasakan lebaran di perantauan yang jauh dari keluarga. Suara beduk terdengar menandakan bulan Ramadhan telah usai. Allahu akbar Allahu Akbar Allahu Akbar gemah takbir selesai menunaikan shalat magrib telah tiba. Mulailah seluruh mesjid mengumandangkan takbir, umat islam merayakan hari kemenangan yang dinanti. Bahagainya merayakan hari kemenangan tetapi hati sedih ternyata hanya sebentar menikmati Ramadhan yang begitu singkat. Takbir terus berkumandang, tetesan air mata mulai berjatuhan mengingat keluarga yang jauh disana, lebaran tak berkumpul dengan keluarga, hanya berdua di perantauan tanpa sanak saudara. Aku dan suami yang merantau merasakan bagaimana hampanya tidak berkumpul dengan keluarga, apalagi Bapak Kos yang keluarganya disini tetapi jarang berkumpul. Wajar Bapak Kos menangis, wajar Bapak Kos melamun karena hatinya hampa diusia yang senja tanpa ada yang menemani. Pagi hari selesai menunaikan shalat idul fitri ku lihat semua anak Bapak Kos berkumpul. Bahagianya tesirat dirawut wajah Bapak Kos. Aku dan suamipun masuk untuk meminta ijin, meminta maaf karena hanya Bapak Kos yang kami punya dan kami pun sudah menganggap seperti Bapak sendiri. Kami juga menyalami, meminta maaf dengan anak Bapak Kos, serta suamiku memberikan THR untuk cucu Bpak Kos karena ponakan kami juga jauh disana. Bapak Kos langsung menyuruh kami untuk makan sepuasnya, ada lontong, asinan, daging, serta makanan lainnya. Kami malu untuk makan tetapi Bapak Kos marah kalau kami tidak mau makan.   Selang beberapa jam semua anak serta cucu beranjak pergi dan lagi lagi keadaan rumah menjadi sepi. Kembali Bapak Kos hanya menghabiskan waktu menonton Televisi. Sesekali ada dari tetangga maupun saudara yang datang kerumah untuk bertamu. Saat ada yang datang wajah Bapak Kos sangat ceria namun saat tak ada satu pun yang menemani Bapak Kos untuk mengobrol raut wajah Bapak sedih. Aku selalu memperhatikan dari jendela karena jendela dapur ke ruang tamu sangat kelihatan. Pernah aku bertanya didalam diri apakah saat aku tua nanti seperti Bapak Kos yang memiliki anak tetapi merasa kesepian? Apakah saat aku tua nanti anak-anak ku mau mau mengurusi  diriku?
                Aaah tak terasa waktu begitu cepat berlalu dan bulan syawal pun sudah berakhir. Aku dan suami juga banyak menghabiskan waktu dirumah. Wajar saja karena aku dan suami tidak memiliki sanak saudara di Jakarta. Ada pemandangan yang aneh selesai lebaran. Anak Bapak yang laki-laki mulai rajin setiap hari mencuci, menyirami bunga, bersih-bersih rumah. Aku pun bertanya karena penasaran “ Bang, kenapa tiap hari sekarang menyuci baju? Bang kos menjawab karena Bibi yang bekerja belum pulang dari mudik. Astaghfirullah, benar aku lupa sejak lebaran usai aku belum melihat Bibi bekerja kembali. Tidak ada yang memasak saat Bibi tidak ada, Bapak Kos hanya membeli lauk diluar. Kadang aku bertanya dalam diri, Kenapa bukan anaknya yang beli lauk? kenapa setiap hari Bapak yang mengurus makan? kadang saat aku ke kamar mandi aku melihat Bapak sedang memasak telur goreng dan indomie. Sering juga terlihat olehku setiap pagi Bapak Kos perlahan-lahan keluar berjalan kaki membeli sarapan pagi. Tak tega hatiku,  diam-diam kadang ku letakkan lauk dimeja Bapak Kos. Setelah 3 minggu lebaran usai barulah aku melihat Bibi datang kerumah untuk melakukan tugasnya. Hatiku pun lega saat Bibi sudah mulai kembali karena ada yang mengurus Bapak Kos. Namun sayangnya Bibi lebih kurang hanya 3 atau 4 jam dirumah, selesai dia mengerjakan pekerjaannya Bibipun pulang.
                Sudah beberapa bulan selesai bulan syawal, aku melihat Bapak Kos sering terbaring di sofa ruang tamu tempat Bapak biasa istirahat. Sesekali Bapak Kos hanya menonton Televisi. Sesekali juga anak laki-lakinya menemani Bapak Kos. Kadang saat aku beranjak ke sekolah terlihat oleh ku, Bapak Kos mulai batuk-batuk. Wajahnya pucat, fisiknya mulai lemah, saat aku memberikan uang titipan barang pesananku Bapak Kos mengambilnya dengan gemetaran. Tapi Bapak Kos masih sanggup membaca koran diteras rumahnya tempat biasa dia duduk. Aku pun mulai bertanya dalam diri, Apakah Bapak Kos mulai sakit? Astaghfirullah mudah-mudahan Bapak Kos selalu dalam keadaan sehat wal’afiat. Malam harinya saat aku keluar untuk pergi kewarung aku berpapasan dengan anak laki-laki Bapak Kos, aku bertanya” darimana Bang? dan dia menjelaskan bahwa dia baru dari apotek untuk membeli obat Bapak. Benar dugaan ku Bapak kos mulai sakit. Saat suamiku pulang bekerja aku sering menceritakan apa yang terjadi dengan Bapak Kos. Suami ku juga sedih dan dia selalu menasehatiku untuk selalu mendoakan supaya Bapak Kos diberikan kesehatan.  Kejadian ini terus berlangsung hingga suatu hari pada saat aku pulang mengajar aku bertemu Bapak Kos dan anak laki-lakinya. Aku tak tahu mereka pergi kemana, sampai dirumah saat suamiku pulang bekerja aku meminta suamiku menanyakan sama anak laki-lakinya bagaimana kondisi Bapak Kos. Suamiku pun menceritakan, tadi siang Bapak Kos pulang dari Rumah sakit untuk cek up. Semakin hari kondisi Bapak ternyata semakin menurun, mulailah terlihat anak perempuan Bapak yang pertama bernama Dira. Mbak Dira mulai tinggal dirumah untuk merawat Bapak Kos. Bulan ini Bapak Kos mulai sering cek up, ternyata Mbak Dira menceritakan kepada aku dan suami kalau Bapak mengalami penyakit batu ginjal yang ukurannya sudah 3 cm. Tidak hanya batu ginjal Bapak juga mengalami penyakit jantung dan paru-paru. Penyakitnya sudah komplikasi, Bapak rencananya akan operasi, kemungkinan jadwalnya minggu depan, kami saling menatap dengan rawut wajah terkejut, dalam hatiku Ya Allah sehatkan Bapak Kos. Bapak Kos sudah didiagnosa sakitnya yang komplikasi namun yang tak kusangka Bapak Kos masih kuat berjalan, Bapak masih kuat naik tangga kelantai 2 untuk menyiram tanaman, Bapak kos masih sanggup menyetir mobil untuk chek up. Tak ada sedikitpun diraut wajahnya yang kelihatan dia sedang mengalami sakit. Raut wajahnya seperti biasa, bahkan yang aku salut, dia tak pernah merepotkan anaknya disaat dia sudah sakit.
                Jadwal operasi telah tiba, Sabtu sore Bapak Kos masuk rumah sakit untuk melakukan operasi. Keluarga Bapak Kos sudah menemani Bapak Kos, kecuali anak yang laki-lakinya, aku pun bingung kenapa anak laki-lakinya tidak ikut kerumah sakit, sedangkan aku dan suami menjaga rumah karena Bapak Kos selalu berpesan kalau rumah tidak boleh kosong. Jam 10.00 pagi Bapak Kos mulai operasi sampai jam 15.35 WIB. Sorenya anak laki-laki Bapak mengajak suamiku untuk beranjak menuju kerumah sakit untuk melihat kondisi Bapak Kos usai operasi. Rumah menjadi semakin sepi hanya tinggal aku seorang diri dirumah yang mewah ini. Usai magrib suamiku bersama anak laki Bapak pulang, suamiku menceritakan operasinya lancar, batu ginjal sudah dihilangkan, kondisi Bapak juga sudah mulai membaik. Kemungkinan 2 atau 3 hari lagi Bapak sudah diperbolehkan pulang. Alhamdulillah bersyukur kepada Mu Rabb kalau Bapak sudah mulai membaik.
                Setelah seminggu Bapak Kos pulang dari rumah sakit, aku tak melihat Bapak seperti biasanya diruang tamu untuk menonton televisi, aku pun menanyakan ke salah satu anaknya tentang keadaan Bapak saat ini. Anaknya pun menjelaskan kondisi Bapak Kos belum membaik dan ternyata setelah operasi Bapak semakin drop. Astaghfirullah, pantas Bapak tidak pernah kelihatan diruang tamu setelah operasi. Allahu Akbar Allahu Akbar... adzan Magrib tiba kami pun melaksanakan shalat magrib. Setelah melaksanakan shalat magrib, Abang Kos berteriak, “ Bang Rahman .... Bang Rahman ...... Bang Rahman, Bapak masuk rumah sakit lagi dan keadaannya makin parah. Ternyata kabar itu datang dari Mbak Dira anak perempuan Bapak yang menelepon untuk meminta Abang Kos segera ke rumah sakit. Suamikupun bergegas untuk mengantarkan Bang Kos menuju rumah sakit sedangkan aku hanya bisa berdoa dirumah. Ya Allah...  apakah ini pertanda ??? Y Allah apakah ini janjimu???Aku tak hentinya membaca surah Yasin untuk Bapak karena aku tak pernah berharap Bapak pergi. Tak bisa aku hindari air mata ini mengalir terus tanpa henti. Dua puluh menit kemudian jam 20.00 WIB suamiku menelepon mengabarkan bahwa Bapak Kos telah tiada. Innalillahi Wainnalillahi Rajiuun tangan ku bergemetaran, tangisan semakin keras, seolah ini mustahil. Ya Allah ..... Bapak Kos begitu cepat Allah memanggilmu??? Y Allah apakah ini janjimu??? hanya setahun aku ketemu Bapak Kos tapi Bapak Kos sudah pergi. aaah sudahlah ini memang sudah takdir Allah. Aku tak boleh terlalut dalam kesedihan. Kini rumah yang sepi tak bernayawa mulai terdengar ramai, dihalaman orang sudah berkumpul menunggu kepulangan Bapak Kos, tenda mulai dipasang, kursi-kursi mulai di bereskan, Bibi ternyata sudah dirumah untuk membantu. Mi... umi.. suamiku memanggilku,  ternyata suamiku sudah sampai dirumah. Dia pun menjelaskan kalau Bapak dirumah sakit awalnya mau chekup dan cuci darah, tapi tiba-tiba keadaan Bapak Kos mulai parah dan tak lama kemudian meninggal. “Bantu apa yang bisa dibantu ya mi, karena abi mau berangkat kerja. Suamikupun bergegas untuk berangkat kerja. Maklum saja suamiku bekerja sebagai Security sehingga jadwal kerjanya tak tentu, kadang pagi, siang bahkan malam. Satu persatu tetangga mulai berpulangan, karena sudah pukul 21.00 suara mobil ambulan pun tak kunjung terdengar, sampai akhirnya tinggalah keluarga yang masih menunggu kepulangan jenazah Bapak. Pukul 22.30 baru terdengar suara mobil ambulan, akupun segera turun untuk melihat jenazah Bapak Kos yang sudah sampai. Jenazah Bapak Kos diletakkan di ruang tamu, aku hanya terdiam masih tak menyangka secepat itu Bapak Kos pergi.
                Keesokan harinya, selesai shalat subuh terdengar suara seorang pemuda yang melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Saat kulihat trnyata bukan anak laki-lakinya tetapi warga sekitar rumah yang aku sendiri tak begitu mengenal sosok pemuda itu. Dia terus melantunkan ayat suci Al-Qur’an sampai matahari benar-benar telah terlihat. Saat itu satu persatu tetangga ataupun kerabat Bapak Kos juga mulai berdatangan untuk melayat. Beberapa orang telah tampak ikut melantunkan ayat suci Al-Qur’an, begitu pula denganku karena aku selalu diajarkan saat ada jenazah kita harus melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Tak selang berapa lama pemuda itu pun menyelesaikan lantunan ayat suci Al-Qur’an dan beranjak pamit untuk pulang. Ada hal yang membuat ku heran saat itu, para tetangga tak berlama saat melayat, hanya pemuda itu yang ku lihat melantunkan ayat suci al-Qur’an selebihnya para tetangga hanya datang berdoa dan langsung beranjak pulang. Tidak sampai 5 menit mereka berkunjung satu persatu datang dan pergi. Rasa persaudaraan tak kurasakan saat itu, perubahan jaman yang semakin modern ternyata berdampak juga di lingkungan masyarakat yang mulai berkurangnya rasa sosial terhadap orang lain. Jika tidak ada saudara Bapak Kos tak ada orang dirumah menemani jenazah Bapak Kos. Pukul 10.30 para Bapak pengurus jenazah pun mulai bergerak, mereka mulai mengangkat jenazah Bapak Kos untuk dimandikan, dishalatkan dan dikuburkan. Berlangsung satu jam Bapak pengurus jenazah melakukan itu, ada hal yang membuatku heran lagi. Kenapa anak Bapak Kos yang perempuan tidak ada yang ke mushola untuk menyolatkan jenazah Bapak Kos? apakah mereka tak mengerti bagaimana mensholatkan jenazah? sudahlah itu urusan mereka aku tak perlu terlalu jauh mencampuri urusan orang lain. Kini semua orang sudah beranjak untuk menuju ke tempat istarahat Bapak yang terakhir, hanya aku yang tinggal karena aku harus menjaga rumah dan membereskan rumah. Aku hanya bisa mendoakan Bapak Kos agar dilapangkan kuburan Bapak Kos dan diterima segala amalan Bapak Kos. Selamat jalan pak, kebaikanmu slalu aku ingat sampai kapan pun. Tak ada lagi terlihat Bapak setiap pagi membaca koran, tak ada lagi terlihat Bapak menyiram bunga, tak ada lagi terlihat Bapak menyapu di halaman rumah, tak ada lagi Bapak menonton televisi dan tidur diruang tamu. Tak ada lagi terlihat Bapak memegang obat sambil gemetaran. Itu semua sudah menjadi kenangan Pak. (Al-Fatihah).
Pipit_ungu





                 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review