Kisah Nyata
|
Almarhum |
Sepi Dihari Tua
Aaah
cuaca yang menyengat di siang hari ini membuat Rahman suamiku malas untuk
keluar rumah. Padahal hari ini dia harus mencari kos baru karena dikos yang
kami tempati ini tidak cocok dengan ku. Kamarnya pengap tidak ada jendela,
lingkungannya juga sumpek karena terlalu berdempetan dengan rumah-rumah yang
lain. Ditambah lagi kamar mandi yang hanya satu tetapi harus berbagi dengan
penghuni kos lainnya yang berjenis kelamin laki-laki. Maklum ini adalah Jakarta
kebebasan dan kurangnya keperdulian para pemilik kos untuk menegaskan tentang
siapa yang pantas tinggal dikos tersebut. Bang Rahman pun bersiap-siap untuk
berkeliling mencari kos sementara aku sejak pagi hari sudah beranjak kesekolah
untuk mengajar disalah satu sekolah swasta yang terletak di Kemandoran II.
Sudah beberapa hari Bang Rahman mencari kos tetapi belum mendapatkan yang pas. Kos
bagus harganya mahal, kos murah seperti kandang ayam sehingga hari ini Bang
Rahman berusaha kembali untuk mencari kos. Perlahan-lahan Bang Rahman
mendayungkan sepeda, Bang Rahman mulai singgah di seperempat jalan, dia
bertanya dengan seorang Bapak yang sedang berjalan kaki tak tahu hendak kemana.
“Pak maaf permisi, saya mau bertanya, “apa ada disekitaran ini kos? "Bapak itu menjawab;" “Bapak, Kalau dulu ada yang ngontrak
dirumah Pak Tisno Sugiarto, coba kesana tanya Bapak Tisno masih mengontrakan kamar atau
tidak. Bang Rahman” Rumahnya disebelah mana Pak? “Bapak:" jalan kenanga IV No 7 ya
Pak. “Bang Rahman, Terima kasih ya Pak . “Bapak, Sama-sama Pak”. Bang Rahman
pun langsung kembali mendayung sepeda untuk menuju alamat yang diberitahukan
oleh Bapak tadi. Rupanya alamat yang
dituju itu tidak terlalu jauh dari perempatan jalan. Terlihat gerbang yang
dikunci, keadaan rumah yang sepi seperti tidak berpenghuni. “Bang Rahman, Assalamu’alaikum,
Pak ....!!! Assalamualaikum !!! Assalamu’alikum. Tak terdengar satu orang pun
yang membukakan pintu. Bang Rahman pun memanggil kembali hingga berulang-ulang.
Sampai beberapa menit barulah terlihat seorang Bapak yang sudah rentan membukakan
pintu. “Wa’alaikumusalam ya Pak ada apa? Terjadilah percakapan antara Bang
Rahman dan Pak Tisno. “Bang Rahman, Assalamu’alikum Pak, saya Rahman “Apa benar
ini Bapak Tisno ? “Pak Tisno, Iya benar, Ada apa Pak Rahman? “Bang Rahman, Saya
mau bertanya, Apa benar dirumah Bapak ada yang dikos? Soalnya saya sedang
mencari kos Pak ! “Pak Tisno, oooh mari masuk dulu kita mengobrol didalam saja.
Bang Rahman dan Pak Tisno mengobrol didalam, Ada dua kamar kosong dilantai dua
tetapi awalnya Pak Tisno tidak ingin dikos. Bang Rahman pun tak menyerah begitu
saja, Dia membujuk Pak Tisno hingga Pak Tisno menjadi luluh dan mengkos kamar
kosongnya. Pak Tisno mengajak Bang Rahman untuk masuk melihat kamar yang akan
dikos itu. Saat melihat Bang Rahman tertarik karena kamarnya yang luas dan kondisinya tidak pengap ditambah lagi
sudah ada fasilitas lemari, tempat tidur, tempat dispenser, cermin pengantin,
serta meja makan. Fasilitas itu semua boleh digunakan dan kalau kurangpun Pak
Tisno ingin Bang Rahman langsung melapor. Siapa yang tidak senang kamar yang
luas ditambah fasilitas. Mereka pun melanjutkan pembicaraan tentang harga kos
yang disewakan perbulan. Awalnya harga kos itu perbulan 2 juta tetapi kembali
lagi Bang Rahman membujuk Bapak untuk menurunkan harga hingga menjadi 1 juta 2
ratus 5 puluh ribu rupiah perbulan itu sudah dengan air dan listrik. Bang
Rahman kegirangan mencium tangan Bapak sambil mengucapkan terimaksih. Bapak
bertanya “ Kapan rencananya ingin pindah? “ Insha Allah besok Pak jawab Bang
Rahman. Pak Tisno pun mengangguk dan tersenyum. Bang Rahman permisi kepada
Bapak Tisno dan beranjak pulang.
Sesampainya
dirumah Bang Rahman menunggu kepulangan aku dari mengajar, tak selang berapa
lama akupun tiba dirumah. Bang Rahman menceritakan bahwa dia telah berhasil
mendapatkan kos yang sesuai keinginannya. Bang Rahman menjelaskan harga kos
perbulan serta fasilitas yang didapatkan. Lah kalu aku sih ikut saja asalkan
itu baik mnurut Bang Rahman. Kami mulai berberes untuk kepindahan esok hari.
Mulai memasukkan baju, buku, serta barang-barang yang lain satu persatu kedalam
koper dan kotak.
Keesokan
harinya tepat dibulan 3 tahun 2016 saya
dan Bang Rahman mulai mengangkat barang dengan menggunakan motor. Kami
menggunakan motor karena barangnya ringan. Tidak ada peralatan kamar, peralatan
dapur hanya buku dan pakaian yang ada sehingga kami tidak perlu menyewa mobil
atau becak. Bapak Kos telah memberikan kunci pagar dan kunci kamar. Perlahan-lahan
kami mengangkat barang. Saat barang pertama yang kami angkut ada sedikit kebingungan
di hatiku, “Kenapa rumah ini yang sangat besar sepi? Kenapa tidak ada suara
perempuan?Ah sudahlah aku harus membereskan segera barangku. Kamipun mengangkat
barang hingga harus bolak-balik beberapa kali. Setelah selesai kami mengangkat
barang permulaan peristiwa yang akan kami alami dikos baru. Aku bertanya kepada
Bang Rahman “ Kenapa rumah ini besar tetapi sepi? Kenapa tidak ada suara
perempuan? Bang Rahman menjelaskan karena kmren dia duluan yang dijelaskan oleh
Bapak Kos. Bapak Kos mempunyai 4 orang anak diantaranya 3 perempuan 1
laki-laki, namu rumah ini hanya tinggal Bapak Kos dan anaknya laki-laki namanya
Andre. Istri Bapak Kos telah meninggal sebulan yang lalu, sedangkan anaknya
yang lain dua ikut suami yang satu ikut yang sudah berkeluarga, sehingga
terlihat sepi rumah yang mewah itu. Aku mulai paham penjelasan Bang Rahman
sampai tak terasa berberes rumahpun selesai.
Sebulan
aku tinggal disini entah kenapa aku sering memperhatikan Bapak Kos. Sepertinya
Bapak Kos mengingatkan aku kepada Abo ku (sebutan Ayah). Tubuhnya yang kecil,
cara berbicaranya, sikapnya hampir sangat mirip dengan Aboku. Bapak kos tidak
lagi bekerja, sudah beberapa tahun lalu dia pensiun. Setiap pagi saat berangkat
mengajar, Bapak Kos selalu duduk didepan rumah sambil membaca koran dan memberi
makan burung karena memelihara hewan burung merupakan hobinya. Pada sore hari
Bapak Kos menyirami bunga. Hanya itu pekerjaan yang sering dilakukan Bapak Kos selebih
waktunya dia habiskan untuk beribadah dan menonton televisi. Memasak dan
membersihkan rumah biasanya diikerjakan oleh seorang Bibi yang datang kerumah
setiap 2 hari sekali dan tidak tinggal dirumah. Loh anak laki-lakinya kemana?
setelah aku perhatikan anak laki-lakinya sering menghabiskan waktu dengan
bermain musik piano tanpa memperdulikan lingkungan dirumah. Dalam sebulan ini
juga, aku hanya melihat dua kali anaknya yang sudah berkeluarga menjenguk Bapak
Kos. Setiap hari sabtu dan minggu anak Bapak yang nomor 2 bernama kak Dini selalu
menginap dirumah bersama suami serta kedua anaknya. Minggu sorenya setelah Kak
Dini pulang, datanglah anak Bapak Kos nomor 3 dengan membawa kedua anaknya. Kalau
kakak ini tidak menginap hanya datang sore dan malam hari selesai magrib
pulang. Pada saat anak Bapak Kos datang bersama cucunya rawut wajah ceria, tersenyum, sesekali tertawa karena ada
yang menghibur serta menemani Beliau. Namun setelah anaknya dan cucunya pulang,
dia kembali seperti semula, melamun dan rawut wajahnya mengkerut. Wajar saja
Bapak Kos sudah rentan, dia butuh anak dan cucunya yang bisa mengurus,
menghibur dirinya diusia yang senja. Aku sering melihat diruang tamu dia
melamun, ingin ku hibur tetapi aku merasa segan. Kadang kala aku sering
menyuruh suamiku untuk mengobrol sama Bapak Kos agar dirinya tak melamun. Dia
sering curhat dengan Bang Rahman kalau dia merasa kesepian di usia yang senja
semenjak istrinya meninggal. Anak nya tidak mau tinggal dirumah karena cucunya
bersekolah di tempat mereka tinggal. Bapak Kos juga curhat tentang anak
laki-lakinya yang kurang mengurus dirinya. Bang Rahman tidak mengomentari, dia
hanya menjadi pendengar karena Bang Rahman berpikir takut kalau ntar salah
ngomong karena itu menyangkut keluarga Bapak Kos.
Beberapa
bulan telah kami lalui, tibalah saat memasuki bulan Ramadhan yang ditunggu semua
umat muslim di Dunia. Sudah dua minggu lebih Ramadhan tiba tak seorangpun dari
anak serta cucunya datang seperti biasa menjenguk. aku mulai melihat Bapak Kos
semakin sering melamun. Tak sengaja saat malam selesai shalat tarawih aku
mendengar suara tangisan itu. Ya tangisan itu berasal dari ruang tamu, Bapak
Kos lah yang menghabiskan waktunya bahkan tidur diruang tamu. Aku pun
meneteskan air mata membayangkan seandainya itu adalah Bapak ku. Tak ada yang
mengurus diusia senjanya. Saat bibi datang alhamdulillah ada yang memasak
sehingga Bapak Kos tidak perlu repot berjalan keluar untuk membeli makanan.
Namun saat Bibi tidak datang Bapak Kos berjalan keluar untuk menbeli makan. Bahkan
saat dia tak sanggup berjalan, dia memasak indomie sebagai pengganjal perutnya.
Pernah aku memberikan masakan ku tetapi dia tidak mau mungkin karena dia tidak
ingin merepotkan orang lain. Diminggu ketiga bulan Ramadhan barulah terlihat
anak dan cucunya datang kerumah. Aaah senangnya ku melihat rawut wajahnya yang
tersenyum ceria. Bapak Kos sangat pandai menutupi kesedihannya karena saat
didepan aku dan suami dia tersenyum bahagia. Pada saat sendirian diruang tamu
dia melamun sesekali aku mendengar suara tangisan itu. Aku sering berpikir
apalah artinya rumah yang besar, uang yang banyak akan tetapi hati kita sering
kosong, anak ada tetapi kurang mengurus karena sudah disibukkan dengan
kesibukan masing-masing. Minggu keempat Ramadhan, Bibi meminja izin untuk mudik
kekampung halamannya. Tidak ada Bibi, aku mulai prihatin karena tidak ada yang
memasak untu Bapak Kos. Tetapi saat Bibi mudik, anak lakinya mulai memahami
pekerjaan yang harus dia kerjakan. Bapak Kos menyuruhnya mencuci pakaian serta
membersihkan rumah. Tak tanggung Bapak Kos juga menyuruhnya untuk memasak nasi.
sesekali aku memberikan hasil masakanku ke Bapak Kos tetap saja Bapak Kos tidak
mau menerima sambil tersenyum karena dia tidak mau merepotkan aku lagi, sampai
akhirnya aku letakkan saja masakanku di meja makanan tanpa memberitahukan.
Hari
terakhir puasa telah tiba, semua umat muslim sudah menyiapkan untuk menyambut
Idul Fitri. Aku membeli kue dan ketupat sedangkan sayur, daging serta
makanan lainnya aku masak bersama suamiku. Kak Dini pun
datang bersama keluarganya, dia menyiapkan semua yang biasa dilakukan orang
saat menyambut lebaran. Kak Dini tidak masak, dia memesan semua makanan itu di
chatering. Begitu juga dengan kue lebaran yang diisinya di toples Bapak Kos.
Aku dan suami tidak mudik karena biaya sangat besar yang harus kami keluarkan
saat mudik. Biarlah kami merasakan lebaran di perantauan yang jauh dari
keluarga. Suara beduk terdengar menandakan bulan Ramadhan telah usai. Allahu
akbar Allahu Akbar Allahu Akbar gemah takbir selesai menunaikan shalat magrib
telah tiba. Mulailah seluruh mesjid mengumandangkan takbir, umat islam
merayakan hari kemenangan yang dinanti. Bahagainya merayakan hari kemenangan
tetapi hati sedih ternyata hanya sebentar menikmati Ramadhan yang begitu
singkat. Takbir terus berkumandang, tetesan air mata mulai berjatuhan mengingat
keluarga yang jauh disana, lebaran tak berkumpul dengan keluarga, hanya berdua
di perantauan tanpa sanak saudara. Aku dan suami yang merantau merasakan
bagaimana hampanya tidak berkumpul dengan keluarga, apalagi Bapak Kos yang
keluarganya disini tetapi jarang berkumpul. Wajar Bapak Kos menangis, wajar
Bapak Kos melamun karena hatinya hampa diusia yang senja tanpa ada yang
menemani. Pagi hari selesai menunaikan shalat idul fitri ku lihat semua anak
Bapak Kos berkumpul. Bahagianya tesirat dirawut wajah Bapak Kos. Aku dan
suamipun masuk untuk meminta ijin, meminta maaf karena hanya Bapak Kos yang
kami punya dan kami pun sudah menganggap seperti Bapak sendiri. Kami juga
menyalami, meminta maaf dengan anak Bapak Kos, serta suamiku memberikan THR
untuk cucu Bpak Kos karena ponakan kami juga jauh disana. Bapak Kos langsung
menyuruh kami untuk makan sepuasnya, ada lontong, asinan, daging, serta makanan
lainnya. Kami malu untuk makan tetapi Bapak Kos marah kalau kami tidak mau
makan. Selang beberapa jam semua anak serta cucu
beranjak pergi dan lagi lagi keadaan rumah menjadi sepi. Kembali Bapak Kos
hanya menghabiskan waktu menonton Televisi. Sesekali ada dari tetangga maupun
saudara yang datang kerumah untuk bertamu. Saat ada yang datang wajah Bapak Kos
sangat ceria namun saat tak ada satu pun yang menemani Bapak Kos untuk mengobrol
raut wajah Bapak sedih. Aku selalu memperhatikan dari jendela karena jendela
dapur ke ruang tamu sangat kelihatan. Pernah aku bertanya didalam diri apakah
saat aku tua nanti seperti Bapak Kos yang memiliki anak tetapi merasa kesepian?
Apakah saat aku tua nanti anak-anak ku mau mau mengurusi diriku?
Aaah
tak terasa waktu begitu cepat berlalu dan bulan syawal pun sudah berakhir. Aku
dan suami juga banyak menghabiskan waktu dirumah. Wajar saja karena aku dan
suami tidak memiliki sanak saudara di Jakarta. Ada pemandangan yang aneh
selesai lebaran. Anak Bapak yang laki-laki mulai rajin setiap hari mencuci,
menyirami bunga, bersih-bersih rumah. Aku pun bertanya karena penasaran “ Bang,
kenapa tiap hari sekarang menyuci baju? Bang kos menjawab karena Bibi yang
bekerja belum pulang dari mudik. Astaghfirullah, benar aku lupa sejak lebaran
usai aku belum melihat Bibi bekerja kembali. Tidak ada yang memasak saat Bibi
tidak ada, Bapak Kos hanya membeli lauk diluar. Kadang aku bertanya dalam diri,
Kenapa bukan anaknya yang beli lauk? kenapa setiap hari Bapak yang mengurus
makan? kadang saat aku ke kamar mandi aku melihat Bapak sedang memasak telur
goreng dan indomie. Sering juga terlihat olehku setiap pagi Bapak Kos perlahan-lahan
keluar berjalan kaki membeli sarapan pagi. Tak tega hatiku, diam-diam kadang ku letakkan lauk dimeja Bapak
Kos. Setelah 3 minggu lebaran usai barulah aku melihat Bibi datang kerumah
untuk melakukan tugasnya. Hatiku pun lega saat Bibi sudah mulai kembali karena
ada yang mengurus Bapak Kos. Namun sayangnya Bibi lebih kurang hanya 3 atau 4
jam dirumah, selesai dia mengerjakan pekerjaannya Bibipun pulang.
Sudah
beberapa bulan selesai bulan syawal, aku melihat Bapak Kos sering terbaring di
sofa ruang tamu tempat Bapak biasa istirahat. Sesekali Bapak Kos hanya menonton
Televisi. Sesekali juga anak laki-lakinya menemani Bapak Kos. Kadang saat aku
beranjak ke sekolah terlihat oleh ku, Bapak Kos mulai batuk-batuk. Wajahnya
pucat, fisiknya mulai lemah, saat aku memberikan uang titipan barang pesananku
Bapak Kos mengambilnya dengan gemetaran. Tapi Bapak Kos masih sanggup membaca
koran diteras rumahnya tempat biasa dia duduk. Aku pun mulai bertanya dalam
diri, Apakah Bapak Kos mulai sakit? Astaghfirullah mudah-mudahan Bapak Kos
selalu dalam keadaan sehat wal’afiat. Malam harinya saat aku keluar untuk pergi
kewarung aku berpapasan dengan anak laki-laki Bapak Kos, aku bertanya” darimana
Bang? dan dia menjelaskan bahwa dia baru dari apotek untuk membeli obat Bapak. Benar
dugaan ku Bapak kos mulai sakit. Saat suamiku pulang bekerja aku sering
menceritakan apa yang terjadi dengan Bapak Kos. Suami ku juga sedih dan dia
selalu menasehatiku untuk selalu mendoakan supaya Bapak Kos diberikan kesehatan.
Kejadian ini terus berlangsung hingga
suatu hari pada saat aku pulang mengajar aku bertemu Bapak Kos dan anak
laki-lakinya. Aku tak tahu mereka pergi kemana, sampai dirumah saat suamiku
pulang bekerja aku meminta suamiku menanyakan sama anak laki-lakinya bagaimana
kondisi Bapak Kos. Suamiku pun menceritakan, tadi siang Bapak Kos pulang dari
Rumah sakit untuk cek up. Semakin hari kondisi Bapak ternyata semakin menurun,
mulailah terlihat anak perempuan Bapak yang pertama bernama Dira. Mbak Dira mulai
tinggal dirumah untuk merawat Bapak Kos. Bulan ini Bapak Kos mulai sering cek
up, ternyata Mbak Dira menceritakan kepada aku dan suami kalau Bapak mengalami
penyakit batu ginjal yang ukurannya sudah 3 cm. Tidak hanya batu ginjal Bapak
juga mengalami penyakit jantung dan paru-paru. Penyakitnya sudah komplikasi, Bapak
rencananya akan operasi, kemungkinan jadwalnya minggu depan, kami saling
menatap dengan rawut wajah terkejut, dalam hatiku Ya Allah sehatkan Bapak Kos. Bapak
Kos sudah didiagnosa sakitnya yang komplikasi namun yang tak kusangka Bapak Kos
masih kuat berjalan, Bapak masih kuat naik tangga kelantai 2 untuk menyiram
tanaman, Bapak kos masih sanggup menyetir mobil untuk chek up. Tak ada
sedikitpun diraut wajahnya yang kelihatan dia sedang mengalami sakit. Raut
wajahnya seperti biasa, bahkan yang aku salut, dia tak pernah merepotkan
anaknya disaat dia sudah sakit.
Jadwal
operasi telah tiba, Sabtu sore Bapak Kos masuk rumah sakit untuk melakukan
operasi. Keluarga Bapak Kos sudah menemani Bapak Kos, kecuali anak yang
laki-lakinya, aku pun bingung kenapa anak laki-lakinya tidak ikut kerumah
sakit, sedangkan aku dan suami menjaga rumah karena Bapak Kos selalu berpesan
kalau rumah tidak boleh kosong. Jam 10.00 pagi Bapak Kos mulai operasi sampai
jam 15.35 WIB. Sorenya anak laki-laki Bapak mengajak suamiku untuk beranjak
menuju kerumah sakit untuk melihat kondisi Bapak Kos usai operasi. Rumah
menjadi semakin sepi hanya tinggal aku seorang diri dirumah yang mewah ini. Usai
magrib suamiku bersama anak laki Bapak pulang, suamiku menceritakan operasinya
lancar, batu ginjal sudah dihilangkan, kondisi Bapak juga sudah mulai membaik. Kemungkinan
2 atau 3 hari lagi Bapak sudah diperbolehkan pulang. Alhamdulillah bersyukur
kepada Mu Rabb kalau Bapak sudah mulai membaik.
Setelah
seminggu Bapak Kos pulang dari rumah sakit, aku tak melihat Bapak seperti
biasanya diruang tamu untuk menonton televisi, aku pun menanyakan ke salah satu
anaknya tentang keadaan Bapak saat ini. Anaknya pun menjelaskan kondisi Bapak
Kos belum membaik dan ternyata setelah operasi Bapak semakin drop. Astaghfirullah,
pantas Bapak tidak pernah kelihatan diruang tamu setelah operasi. Allahu Akbar
Allahu Akbar... adzan Magrib tiba kami pun melaksanakan shalat magrib. Setelah
melaksanakan shalat magrib, Abang Kos berteriak, “ Bang Rahman .... Bang Rahman
...... Bang Rahman, Bapak masuk rumah sakit lagi dan keadaannya makin parah.
Ternyata kabar itu datang dari Mbak Dira anak perempuan Bapak yang menelepon
untuk meminta Abang Kos segera ke rumah sakit. Suamikupun bergegas untuk
mengantarkan Bang Kos menuju rumah sakit sedangkan aku hanya bisa berdoa
dirumah. Ya Allah... apakah ini pertanda
??? Y Allah apakah ini janjimu???Aku tak hentinya membaca surah Yasin untuk
Bapak karena aku tak pernah berharap Bapak pergi. Tak bisa aku hindari air mata
ini mengalir terus tanpa henti. Dua puluh menit kemudian jam 20.00 WIB suamiku
menelepon mengabarkan bahwa Bapak Kos telah tiada. Innalillahi Wainnalillahi
Rajiuun tangan ku bergemetaran, tangisan semakin keras, seolah ini mustahil. Ya
Allah ..... Bapak Kos begitu cepat Allah memanggilmu??? Y Allah apakah ini
janjimu??? hanya setahun aku ketemu Bapak Kos tapi Bapak Kos sudah pergi. aaah
sudahlah ini memang sudah takdir Allah. Aku tak boleh terlalut dalam kesedihan.
Kini rumah yang sepi tak bernayawa mulai terdengar ramai, dihalaman orang sudah
berkumpul menunggu kepulangan Bapak Kos, tenda mulai dipasang, kursi-kursi
mulai di bereskan, Bibi ternyata sudah dirumah untuk membantu. Mi... umi..
suamiku memanggilku, ternyata suamiku
sudah sampai dirumah. Dia pun menjelaskan kalau Bapak dirumah sakit awalnya mau
chekup dan cuci darah, tapi tiba-tiba keadaan Bapak Kos mulai parah dan tak
lama kemudian meninggal. “Bantu apa yang bisa dibantu ya mi, karena abi mau
berangkat kerja. Suamikupun bergegas untuk berangkat kerja. Maklum saja suamiku
bekerja sebagai Security sehingga jadwal kerjanya tak tentu, kadang pagi, siang
bahkan malam. Satu persatu tetangga mulai berpulangan, karena sudah pukul 21.00
suara mobil ambulan pun tak kunjung terdengar, sampai akhirnya tinggalah
keluarga yang masih menunggu kepulangan jenazah Bapak. Pukul 22.30 baru
terdengar suara mobil ambulan, akupun segera turun untuk melihat jenazah Bapak
Kos yang sudah sampai. Jenazah Bapak Kos diletakkan di ruang tamu, aku hanya
terdiam masih tak menyangka secepat itu Bapak Kos pergi.
Keesokan
harinya, selesai shalat subuh terdengar suara seorang pemuda yang melantunkan
ayat suci Al-Qur’an. Saat kulihat trnyata bukan anak laki-lakinya tetapi warga
sekitar rumah yang aku sendiri tak begitu mengenal sosok pemuda itu. Dia terus
melantunkan ayat suci Al-Qur’an sampai matahari benar-benar telah terlihat.
Saat itu satu persatu tetangga ataupun kerabat Bapak Kos juga mulai berdatangan
untuk melayat. Beberapa orang telah tampak ikut melantunkan ayat suci Al-Qur’an,
begitu pula denganku karena aku selalu diajarkan saat ada jenazah kita harus
melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Tak selang berapa lama pemuda itu pun
menyelesaikan lantunan ayat suci Al-Qur’an dan beranjak pamit untuk pulang. Ada
hal yang membuat ku heran saat itu, para tetangga tak berlama saat melayat,
hanya pemuda itu yang ku lihat melantunkan ayat suci al-Qur’an selebihnya para
tetangga hanya datang berdoa dan langsung beranjak pulang. Tidak sampai 5 menit
mereka berkunjung satu persatu datang dan pergi. Rasa persaudaraan tak
kurasakan saat itu, perubahan jaman yang semakin modern ternyata berdampak juga
di lingkungan masyarakat yang mulai berkurangnya rasa sosial terhadap orang
lain. Jika tidak ada saudara Bapak Kos tak ada orang dirumah menemani jenazah
Bapak Kos. Pukul 10.30 para Bapak pengurus jenazah pun mulai bergerak, mereka
mulai mengangkat jenazah Bapak Kos untuk dimandikan, dishalatkan dan
dikuburkan. Berlangsung satu jam Bapak pengurus jenazah melakukan itu, ada hal
yang membuatku heran lagi. Kenapa anak Bapak Kos yang perempuan tidak ada yang
ke mushola untuk menyolatkan jenazah Bapak Kos? apakah mereka tak mengerti
bagaimana mensholatkan jenazah? sudahlah itu urusan mereka aku tak perlu terlalu
jauh mencampuri urusan orang lain. Kini semua orang sudah beranjak untuk menuju
ke tempat istarahat Bapak yang terakhir, hanya aku yang tinggal karena aku
harus menjaga rumah dan membereskan rumah. Aku hanya bisa mendoakan Bapak Kos
agar dilapangkan kuburan Bapak Kos dan diterima segala amalan Bapak Kos. Selamat
jalan pak, kebaikanmu slalu aku ingat sampai kapan pun. Tak ada lagi terlihat
Bapak setiap pagi membaca koran, tak ada lagi terlihat Bapak menyiram bunga,
tak ada lagi terlihat Bapak menyapu di halaman rumah, tak ada lagi Bapak
menonton televisi dan tidur diruang tamu. Tak ada lagi terlihat Bapak memegang
obat sambil gemetaran. Itu semua sudah menjadi kenangan Pak. (Al-Fatihah).
Pipit_ungu